Makalah Hubungan Syari`ah dengan Tasawuf

Tugas Makalah Hubungan Syari`ah dengan Tasawuf pada kuliah sertifikasi 2



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. 2
       BAB 1 ISI........................................................................................ 3
Maqamat............................................................................................... 3
ahwal..................................................................................................... 3
Hubungan Syari`ah dengan tasawuf.................................................... 5

BAB 2 KESIMPULAN.........................................................................   6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 6          

















KATA PENGANTAR

Pertama dan yang utama, kami memanjatkan puji dan syukur kepada Yang MahaKuasa.Karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah kamidapat menyelesaikan Makalah ini sesuai  waktu yang telah di tentukan.
 Kami juga sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Makalah terutama Bapak Drs. Ahmad Hanany Naseh, MA yang terus memberikan motivasi kepada Mahasiswanya agar selalu semangat dalam belajar, dan tidak lupa memberikan amanah supaya terus meningkatkan Iman dan Taqwa agar menjadi Mahasiswa yang berintelek dan tak lupa beriman dan bertaqwa. Makalah ini disusun dalam  rangka memenuhi salah satu tugas matakuliah Sertifikasi 2.
Tiada gading yang tak retak. Dari peribahasa itu, penulis menyadari makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena memiliki banyak kekurangan baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan  kritik dan saran yang  menbangun demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bias memberikan manfaat bagi semuanya.  Amin.

Yogyakarta, 3 Mei 2015
Kelompok VI








BAB 1
ISI

1.      AspekTasawuf

a.      Maqamat
Tasawuf dari satu segi merupakan suatu ilmu. Sebagai ilmu, tasawuf mempelajari cara jalan bagaimana seorang Muslim dapat berada dekat dengan Allah sedekat-dekatnya. Untuk dapat mendekat kepadaNYA, Seorang Muslim menempuh jalan panjang  penuh yang dengan penuh duri yang dalam bahasa Arab disebut maqamat. Yang merupakan bentuk jamak dari maqam.
Pengertian maqam menurut para ulama tasawuf berbeda beda. Menurut al-Thusi, maqam adalah kedudukan seseorang hamba di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras dalam beribadah(al-`ibadat), kesungguhan melawan hawa nafsu
(al-mujahadat), latihan-latihan kerohanian (al-riyadhat), serta mengerahkan jiwa raga semata-mata untuk Allah SWT(al-inqitha`ila Allah).
b.      Ahwal
At-Thusi menjelaskan, ahwal adalah suasana yang menyelimuti kalbu atau sesuatu yang menimpa hati seorang sufi karena ketulusannya dalam mengingat Allah. Oleh karena itu, ahwal tidak diperoleh melalui al-ibadat,al-mujahadat, dan al-ritadhat seperti dalam maqamat. Adapun suasana hati yang termasuk dalam kategori ahwal ini misalnya: merasa senantiasa diawasi Allah(al-muraqabat), rasa dekat dengan Allah (al-qurb), rasa cinta dengan Allah (mahabbat), rasa harap-harap cemas(al-khauf wa al-raja`), rasa rindu(al-syauq), rasa berteman(al-uns), rasa tentram(al-thuma`minat), rasa menyaksikan Allah dengan mata hati (al-mursyahadat), dan rasa yakin( al-yaqin).
Senada dengan al-Thusi, al-Qusyairi Ahwal adalah keadaan yang datang tanpa wujud kerja, sedangkan maqamat dihasilkan seseorang hamba melalui kerja keras.

Kendati demikian, jika diamati dengan cermat kategori maqamat dan ahwal bukanlah dua kategori yang ketat, karena ada kalanya seorang penulis tasawuf memasukan suatu konsep ke dalam kategori maqamat, sementara penulis yang lain memasukan ke kategori ahwal. Di kalangan ulama tasawuf tidak ada kesepakatan mengenai  ini.
Pendapat dari berbagai ulama tasawuf, contoh Al-Thusi menyebutkan dalam kitabnya al-Luma` sebagai berikut: al-taubat, al-wara`, al-zuhd, al-faqr, al-shahr, al-tawakkul, dan al-ridha.
Al-Ghazali dalam kitabnya Ikhya `Ulum al-Din menyebutkan: al-taubat, al-shahr, al-faqr, al-zuhd, al-tawakkul, al-mahabbat, dan al-ridha.
Meskipun para ulama berbeda pendapat namun secara umum maqamat itu meliputi: al-taubat, al-wara`, al-zuhd, al-faqr, al-shahr, al-tawakkul, dan al-ridha.

Mengenai  tahapan maqamat ini secara singkat digambarkan sebagai berikut:
1)      Maqam taubat, disini seorang shufi harus berbuat baik dari dosa besar maupun dosa kecil.
2)      Maqam Zuhd, yakni mengasingkan diri dari dunia ramai.
3)      Maqam wara`, yakni meninggalkan hal-hal yang syubhat.
4)      Maqam faqr, yakni hidup sebagai orang fakir.
5)      Maqam shabr, yakni harus sabar menghadapi cobaan yang datang menimpanya.
6)      Maqam tawakkul, yakni menyerahkan sebulat-bulatnya kepada keputusan Allah.
7)      Maqam ridha, yakni merasa telah dekat dengan Allah, sehingga ia tidak meminta sesuatu apapun kecuali ridha-Nya.
Seorang shufi yang telah memiliki cinta kasih sejati kepada Allah, maka semakin dekat denganNya. Sehingga tidak mengherankan jika ia menghabiskan seluruh waktunya untuk melakukan dzikir, tafakkur dan banyak beribadah kepadaNya. Sampai disini seorang shufi sudah mencapai tingkat ma`rifat.Hal ini sesuai dengan ungkapan Imam al-Ghazali bahwa ma`rifat adalah melihat
atau mengetahui rahasia-rahasia Allah SWT( Al-Nazharu ila asrari al-umur al-ilaihiyat ).
2.      HUBUNGAN SYARI`AH DAN TASAWUF
Menurut sebagian ulama, syari`ah dan tasawuf merupakan dua ilmu yang saling berhubungan sangat erat, karena keduanya merupakan perwujudan kesadaran iman yang mendalam. Syari`ah mencerminkan pengamalan iman pada aspek lahiriah. Sedangkan tasawuf pengamalan pada aspek batiniah.
Ibnu `Ujaibat dalam kitabnya iqazh al-Himam fi syarb al-Hikam menyebutkan: Tiada tasawuf kecuali dengan fiqh, karena hukum hukum Allah yang zhahir ridak dapat diketahui kecuali dengan fiqh, dan tiada fiqh kecuali dengan tasawuf, dan keduanya (tasawuf dan fiqh) tidak sah kecuali dengan iman.
Imam malik menegaskan: Barang siapa yang bertasawuf tanpa mempelajari fiqh sungguh ia berlaku zindik, dan barang siapa yang berfiqh tanpa tasawuf, maka ia menjadi fasiq, dan barang siapa yang mengamalkan keduanya, itulah orang yang ahli hakikat.
Pendapat Ulama –ulama diatas sejalan dengan ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh al-Qusyairi dan al-Ghazali:
-          Menurut al-Qusyairi: Setiap pengamalan syariah yang tidak didukung dengan pengamalan hakikat, maka tidak akan diterima, dan setiap pengamalan hakikat tidak didukung dengan syariat, maka tidak akan menuju tujuan yang dikehendaki.
-          Menurut al-Ghazali: Tidak akan sampai ke tingkat terakhir (menghadap Allah dengan benar, yaitu hakikat) kecuali setelah menyempurnakan tingkat pertamanya(memperkokoh syari`ah).
Syariah mengandung unsur baik ilmu lahir maupun ilmu bathin itu mengandung spesialisasinya. Sehingga syariah lebih menekankan pada ilmu lahir, sedangkan ilmu bathin dikembang ilmu tasawuf dan ilmu hakikat. Fiqh cenderung menggunakan rasio dan logika akal dalam membahas dalil al-Qur`an dan al-Hadits untuk membuat ketetapan hukum, sedangkan tasawuf cenderung menggunakan rasa (dzauq) dalam mengamalkan al-Qur`an dan al-Hadits.
Menurut keterangan al-Ghazali sejak abad ketiga Hijriyyah ilmu-ilmu Agama Islam: Ilmu kalam(tauhid), ilmu fiqh dan ilmu tasawuf masing-masing berdiri, akibat dari adanya upaya spesialisasi ilmiah yang lebih rinci.  Yang berkaitan dengan akidah tersebut ilmu kalam(ilmu tauhid), yang berkaitan dengan tindakan  lahiriah desibut ilmu fiqh, dan yang berkaitan dengan psikis disebut ilmu jiwa(ilmu tasawuf).
BAB 2
A.KESIMPULAN :
            1.Tasawuf
Pada dasarnya tasawuf itu bersifat bathin sedangkan yang bersifat lahir  adalah syari’ah. Syaria’ah merupakan ajaran islam yang tersimpul dalam ibadah yang mengambil bentuk shalat, puasa, zakat, haji dan ajaran-ajaran mengenai akhlak islam. Aspek lahir dan aspek bathin tidak dapat dipisahan, sebagaimana dikatakan al-Hujwiri bahwa aspek lahir tanpa aspek bathin adalah kemunaikan, sebaliknya aspek bathin tanpa aspek lahir adalah bid’ah,  sehingga antara syari’ah dan tasawuf  memiliki keterkaitan yang sangat erat.
B.DAFTAR PUSTAKA
Abu Nashr al-Sarraj al-Thusy, Al-luma, disunting oleh Abdal-Halim Mahmud dan Thoha ‘Abd al-Baqi surur, Mesir dar al-Kutub al-hasdisat, 1960.
Abu al-Qassim ‘Abd al-karim bin Hawasan al-Qusyairial Naisaburi, Al-Risalat al-Qasyairiyyat fi,ilm al-Tasawwuf, ditahtik oleh ma’ruf Zuraiq dan Ali ‘Abd al-Hamid Balthaji, Dar al-Kairo, t.th.
Al-Qur’an dan terjemahan, Mujana’ Khadima’ Khadimal-Haramain asyarifain al-Malik Fadhn li Thiba’ah al-Mushhaf asy-Syarif, Madinah Munawwarah, 1971 (1412 H).
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme, Bulan-Bintang, Jakarta,1992.
Imam al-Ghazali, Ibya’ Ulum al-Din, Juz III, mesir :Isa Bab al Halaby, t.th.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hello We are OddThemes, Our name came from the fact that we are UNIQUE. We specialize in designing premium looking fully customizable highly responsive blogger templates. We at OddThemes do carry a philosophy that: Nothing Is Impossible

0 komentar:

Posting Komentar